tari gambyong pangkur

Senin, 31 Januari 2011

Bharatayudha (5) Timpalan – Burisrawa Gugur

Bharatayudha (5) Timpalan – Burisrawa Gugur


Prabu Matswapati Tanya kepada Raden Wrekudara bagaimana dalam menghadapi Prabu Partipa, Raden Wrekudara bilang bahwa Prabu Pratipa sudah gugur beserta gajahnya Kyai Jayamaruta. Belum nyampai selesai dalam berbicara, Patih Udakawara datang, melaporkan bahwa Ngastina sudah ada senopati lagi yaitu raden Harya Burisrawa dan Senopati Pendamping Raden Windandini.

Prabu Matswapati minta petunjuk kepada Prabu Kresna, siapa tandingannya, tiada lain adalah raden Harya Sencaki Romo Prabu. Sebetulnya Raden Harya Wrekudara tidak setuju bila Raden Harya Sencaki yang mnejadi tandingannya. Sebaiknya saya saja, karena yang sama-sama tingginya, perkasanya. Tetapi Bathara Kresna tetap menunjuk Raden Harya Sencaki, karena sebelumnya keduanya sudah ada perjanjian, bila Baratayuda terjadi akan saling ketemu sebagai tandingannya. Akhirnya Raden Wrekudara setuju tapi dengan satu syarat asalkan kuat menerima lemparan gada dari Raden Wrekudara.
Akhirnya antara Raden Wrekudara dengan Raden Harya Sencaki terjadi lempar-lemparan gada. Raden Harya Sencaki dinilai kuat menerima lemparan gada dari Harya Wrekudara dan kuat melempar, akhirnya Raden Harya Wrekudara setuju bila sebagai tandingannya Raden Burisrawa Raden Sencaki. Setelah minta do’a restu kepada Prabu Matswapati dan yang hadir, Raden Harya Sencaki segera berangkat ke medan perang.
Dari kejauhan sudah terdengar tantangan-tantangan dari prajurit-prajurit Ngastina, raden Janaka yang kadang masih lupa ingatannya karena masih sedih akibat kematian abimanyu, ketemu dengan Senopati Pendamping Raden Windandini, terjadi pertempuran, sama-sama kuatnya, tetapi Raden Janaka melepaskan Jemparing, gugurlah Raden Windandini.
Raden Sencaki sudah saling menyapa dengan Raden Harya Burisrawa. Sama-sama puasnya bisa ketemu untuk bertanding sesuai dengan janjinya.
Terjadi pertempuran sengit, Raden Sencaki semakin lama semakin menurun staminanya, kewalahan menghadapi keerkasaannya Raden Burisrawa.
Prabu Bathara Kresna melihat Adindan Raden Harya Sencaki kerepotan dalam menghadapi musuh, lalu memerintahkan kepada Raden Janaka supaya Njemparing rambut yang dipegangnya, tapi rambut yang dipegang sejajar dengan lehernya Raden Burisrawa.
Akhirnya Raden Janaka melepaskan jemparing pasopati, karena Raden Janaka kadang masih lupa ingatan, jemparing meleset kena pinggir tidak kena tengah-tengah, rambut tatas putus bablas mengenai bau Raden Burisrawa sampai timpal, maka tema ini juga disebut TIMPALAN.
Sesudah Raden Burisrawa kena pasopati, Raden Sencaki melepaskan jemparing kena lehernya Raden burisrawa sampai putus, akhirnya gugur di palagan Raden Burisrawa.
Raden Sencaki besar kepala karena bisa membunuh Raden Burisrawa akhirnya sombong tidak tahunya pada waktu Raden Sencaki kerepotan dalam perang telah dilepasi pasopati oleh Raden Janaka, yang membuat Raden Burisrawa lemah karena timpal baunya. Lalu Raden Sencaki mudah keluar dari cengkraman musuh akhirnya melepaskan jemparing sampai gugur Raden Burisrawa terkena lehernya. Padahal sebelumnya sudah mendapat perhatian dari Bathara Kresna, jangan sombong. Tetapi karena merasa menang dalam pertandingan melawan Raden Burisrawa, sampai tidak ingat kata welingnya Prabu Bathara Kresna jangan sombong.
Setelah tahu Raden Sencaki sombong Prabu Bathara Kresna mendekati dan menceritakan apa adanya tentang gugurnya Burisrawa. Raden Sencaki merasa malu, diam saja lalu pergi meninggalkan Prabu Bathara Kresna tanpa minta ijin.
Para prajurit dari Ngastina tahu yang tadinya Raden Burisrawa unggul dalam peperangan tapi baunya bisa timpal lalu pada bilang kalau Pandawa curang dalam peperangan.
Prabu Bathara Kresna mendengar berita bahwa pandawa curang dalam peperangan, akhirnya mendekati para Kurawa memberi keterangan bahwa timpalnya bau dari harya Burisrawa tidak ada unsur kesengajaan. Itu kena pasopati pada waktu Raden Janaka gladi melepas jemparing.
Prabu Salya marah akan membunuh para Pandawa, tetapi dihalang-halangi Patih Harya Sengkuni, supaya mundur melaporkan bahwa Raden Burisrawa gugur di medan perang.

tokoh wayang

tokoh wayang






















Sastra Pedhalangan

Sastra Pedhalangan

Sastra pedalangan adalah rekabahasa dalang dalam pakeliran atau pergelaran wayang. Rekabahasa dalang tersebut adalah murwa atau pelungan, nyandra janturan dan pocapan, suluk, antawacana, sabetan, suara, tembang, lakon, dan mantra.
Murwa
Suluk pembuka pakeliran wayang, dalam pedalangan Jawa Timur dikenal dengan istilah pelungan, di Jawa Tengah dikenal dengan istilah ilahengan, dan di Jawa Barat dikenal dengan istilah murwa. Di bawah ini adalah contoh murwa pendek:
Kembang sungsang binang kunang
Cahaya nira kadya gilang gumilang
Sedangkan contoh murwa panjang seperti di bawah ini:
Adam adam babuh lawan
Ingkang ngagelaraken cahya nur cahya
Dangiang wayang wayanganipun
Perlambang alam sadaya
Semar sana ya danar guling
Basa sem pangangen-angen
Mareng ngemaraken Dzat Kang Maha Tunggal
Wayang agung wineja wayang tunggal
Wayang tunggal
Nyandra

Nyandra adalah deskripsi adegan dengan menggunakan bahasa prosa pakeliran wayang. Ada dua jenis nyandra, yaitu janturan dan pocapan. Janturan adalah nyandra yang diiringi gamelan; sedangkan pocapan tidak diiringi gamelan. Di bawah ini adalah contoh nyandra gubahan Ki Harsono Siswocarito dari pedalangan Jawa Barat:
Contoh 1
Sinareng nira kenya pertangga, watri gumanti sang hyang latri kapundut ima-ima gambura kalawan ancala. Gambura itu awal, ancala di puncak gunung, si Walangtunggal pertanda cerita bertatahkan asta gangga wira tanu patra. Asta itu tangan, gangga itu air, wira itu mumpuni, tanu itu tinta, patra itu kata.
Kata dan tinta dibuat aksara wilanjana wilanjani. Wilanjana itu abjad aksara Ha, wilanjani itu abjad aksara Alip. Aksara Alip disebar di belahan Barat, menjadi aksara tiga puluh, Alip ba ta sa. Jangan menamatkan aksara Alip, bukan tempatnya meng-urusi aksara Alip. Melenyapkan aksara Alip, mengeluarkan aksara Ha. Aksara Ha disebar di belahan Timur, jatuh di taanah Jawa, dibuat aksara kalih dasa, kalih dua, dasa sepuluh, aksara dua puluh dibagi empat mazhab, yaitu:
Ha na ca ra ka itu timur, da ta sa wa la itu selatan, pa da ja ya nya itu barat, ma ga ba ta nga itu utara. Ha na ca ra ka itu yang memerintah, da ta sa wa la itu yang diperintah, pa da ja ya nya itu buruk hatinya, ma ga ba ta nga itu tidak bisa disebut. Aksara sudah mati di sebelah utara.
Melenyapkan aksara dua puluh, mengeluarkan lagi aksara, wulanjana wulanjani. Wulanjana itu si rama, wulanjani itu sir ibu. Sir rama jatuh ke dalam sir ibu, masuk ke dalam kenya puri. Kenya itu artinya wadah, puri yaitu artinya keraton.
Keraton mana yang menjadi pembuka? Keraton …… yang dipakai pembuka. Dasar negara panjang punjung pasir wukir loh jinawi. Panjang itu banyak dibicarakan, punjung itu luhur wibawanya, pasir itu samudra, wukir yaitu gunung, loh jinawi artinya kaya, tak kurang sandang dan pangan, intan berlian.
Siapa yang menjadi raja? Sang raja duduk di kursi gading gilang kencana bermahkota binokasri bertatahkan permata. Memakai gelung gono, gelung gongsor, kelat bahu kempal dada, menyandang keris kiai Jagapati, pendok berukir ketumbar semebar, amar-amaran-nya sutra kuning, sutra putih, sutra hitam, sutra merah, dodot gresik wayang.
Orang mendalang itu dora sembada, dora itu bohong, sembada itu pantas. Apa sebabnya menjadi pantas? Ada buktinya. Apa buktinya? Adanya wayang purwa. Wayang itu artinya bayangan, purwa itu permulaan. Hanya mengikuti alur terdahulu, merunut jejak lama, orang tua memulai, orang muda hanya melakukan.
Hanya bedanya wayang dahulu kala diganti dengan golek. Apa artinya istilah golek, disenggol matinya tergeletak, mendongkol matanya melek. Tapi kata golek menurut bahasa Jawa artinya cari. Cari apanya, cari asal-usulnya, sebab golek itu tidak berbeda dengan manusia. Hus gegabah golek sampai disamakan dengan manusia. Bukankah golek itu kayu, diukir, dicet menjadi boneka. Kenapa boneka bisa bicara sendiri dan hidup? Golek itu usik tanpa usik, gerak tanpa gerak, karena golek dibicarakannya itu oleh dalang. Tidak merasa menjadi dalang, merasa juga mendalang, mendalangkan. Mendalangkan apa? Mendalangkan katanya. Pembaca mau mencari hiburan, lumayan daripada ngantuk.
Gunung tanpa lereng tiada kera hitamnya. Yang panjang dibuat pendek, yang pendek diputuskan, sebat kang genjotan.
Contoh 2
SUH REP DATA PITANA! Terberitakanlah negara mana yang paling eka adi dasa nama purwa: eka satu, adi lebih, dasa sepuluh, nama julukan, purwa yaitu permulaan. Walaupun banyak mahluk yang menjulang ke angkasa, berdiri di bumi pertiwi, dikitari samudra, jauh dari malabencana, dasar negara Astina ibarat dalam tancapannya, luas wilayah-nya, besar apinya, tinggi asapnya, terang dunianya, tersebar kemashurannya. Penguasa yang menjadi presiden, yang mengelola negara, bernama Jendral Kurupati ya Jendral Duryudana, Jendral Gajahwaya, Jendral Limanbenawi, Jendral Destarataputra, sedang dihadap oleh Menteri Sakuni, Gubernur Baladewa, Bupati Karna, Prof Durna. Semua pada tunduk bak kuncim pertala muka mereka serta penuh tata krama para Kurawa karena terlalu takut kepada presiden. Semua khidmat menghadap, duduk mereka berjajar.
Contoh 3
Selayaknya ki pujangga, yang menceritakan masa purba, menggelarkan cahaya Nurcahya induk mahluk nata wilayat, Harut, Marut, dan ratu Banujan, Adam, Hawa, Sis, kang danu warih, Anwas dan Anwar, kang danu citra. Meng-gelarkan Nurcahya, Nurasa, Nursari, Nurjati, Sakuntu, Sakumbul, Parangawuyuh, Kanangsa, Manangsa, dan Manumangsa. Menggelarkan lagi Sanghyang Wetri, Sanghyang Letri, Sanghyang Tunggal yang membayang bayangan. Sanghyang Wenang yang mewenangkan rasa murni, Sanghyang Kuncung pemadu rasa. Semar sana danar guling, sem yaitu angan-angan, menyamarkan Dzat Yang Maha Suci, Sanghyang Rancasan yang membuat delapan surga.
Siapa yang menjadi ratu? Namanya Batara Guru. Batara yaitu pintar, guru yang memberi petunjuk manusia seluruh jagat. Namanya lagi Hyang Jagatnata, yaitu raja yang menjadi ratu manusia seluruh jagat. Namanya lagi Hyang Girinata, nata itu artinya ratu, giri artinya gunung, Apus gebang si walang tunggal. Namanya lagi Hyang Otipati, O artinya yang membedakan hidup dan mati.
Kuluknya kendali wuluh, kerudung sutra kemangi, tangannya empat dan singgasananya lembu Andana Andini. Lembu sana jagat wiat, lembu sini jagat muprat. Kuluknya penutup bayu, kerudung pelindung rasa, tangan empat pelengkap panca dria. Apa artinya panca? Panca itu lima, dria itu angan-angan, angan sejahtera semata. Dihadap kabayan dewa, dewa itu dirinya sendiri, kabayan itu utusan. Siapa yang mengutus, siapa yang diutus, namanya Batara Narada, artinya tidak ada.
Lampu wujud cahaya hidup, dalang itu wujud tunggal, wayang itu wujud birahi. Dalang yang menyurupi wayang, wayang yang disurupi dalang, dalang kini bukan dalang sejati yang berupa heksi.
Berpanyungkan langit tujuh, disaksikan empat arah, yaitu Utara, Selatan, Barat, Timur, namun depan, kiri, kanan, yaitu ayon sabitah.
Putus pertanda putus, genting pertanda genting, sekat kang genjotan.
Pocapan
Pocapan adalah nyandra yang tidak diiringi gamelan untuk menceritakan peristiwa dalam adegan. Di bawah ini adalah contoh pocapan dalam lakon Jaya Renyuan garapan dalang Dede Amung Sutarya:
Padmanegara nyandak dua hulusapu bade dicipta ku Kresna. Atuh Kresna rep sidakep ana sinuku tunggal babakane caturdriya–catur papat, driya angen-angen, sir budi cipta kalawan rasa. Pangambung teu diangge ngangse; soca teu diangge ningal; cepil teu diangge ngarungu; baham teu diangge ngucap lir ibarat anu paeh ngadeg, nanging bentena pedah ngangge ambegan.
Nanging tadige manggahing nu Mahakawasa teu weleh nganter ka manusa rek hade rek goreng asal tanggel jawab dirina pribadi. Maksudna diduluran, maksadna diijabah. Ilang dua hulu sapu, janggelek dados ponggawa, anu hiji dados satria.
Suluk
Suluk adalah citra yang dinyanyikan oleh ki dalang dalam pakeliran wayang. Di bawah ini adalah contoh suluk dari pedalangan Jawa Barat.
Contoh 1
Saur nira tandana panjang
Sinenggih sabda ya uninga lawan
Sabda ya uninga lawan
Sauri nira tandana panjang sinengih
Sabda uninga wis mama
Ulun layu dening sekti ala bakti dening asih
Ya ding asih
Wong asih ora katara
Contoh 2
Betet ijo Kepodang ulese kuning
Abang manuke wulung kadya wowor
Sandang rawit puter gemeke ya lurik-lurik
Dadanira kinuwungan ya kinuwungan
Kadya bocah ngangge kakalung
Ningsor waringin wulung
Contoh 3
Sri tinon ing pasewakan
Busana manekawarna
Murub mubyar cahayanira
Kadya kunang-kunangan
Sri tinon ing pasewakan
Busana manekawarna
Murub mubyar socanira
Kadya parada tinabur
Kadya kunang-kunangan
Sekar wijaya kusuma lawan
Antawacana
Antawacana adalah dialog antar-tokoh wayang. Sedangkan antawacana antara tokoh wayang dengan nayaga, wirasuara, atau juru kawih dinamakan dialog samping (aside). Antawacana biasanya disampaikan setelah pocapan. Di bawah ini contoh dialog dalam lakon Jaya Renyuan garapan dalang Dede Amung Sutarya:
KRESNA: Eladalah, Yayi, Yayi Setiaki.
SETIAKI: Kaula nun.
KRESNA: Kakang Patih Udawa.
UDAWA: Lo, lo, lo, Hahahah… pun kakang Patih Udawa.
KRESNA: Marajeng ka payun calikna.
SETIAKI: Ti payun anu kapihatur pun rayi nyanggakeun sembah pangabakti mugiya ditampi.
KRESNA: Sembah Rayi ditampi kudua panangan kiwa kalawan tengen, disimpen di luhur dina embun-embunan, di handap dina pangkonan, dicatet dina tungtung emutan anu teu keuna kuowah gingsir.
SETIAKI: Ngahaturkeun nuhun. Kalih perkawisna—
KRESNA: Kumaha, Yayi?
SETIAKI: Bilih aya kalepatan ageng sumawanten alit, agung cukup lumur, neda jembar hapunten anu diteda.
KRESNA: Perkawis kalepatan sok bujeng ku aya basana menta dihampura, sanaos teu aya basana akang parantos jadi lautan hampura kana kalepatan sampean, Yayi.
SETIAKI: Ngahaturkeun nuhun.
Sabetan
Sabetan adalah gerak wayang yang meliputi tarian, lakuan, dan lagaan. Tarian adalah gerak wayang yang diiringan nyanyian dan gamelan. Lakuan adalah gerak wayang yang hanya diiringan kecrek atau kendang. Sedangkan lagaan adalah gerak wayang dalam peperangan baik dengan iringan gamelan maupun hanya diiringi kecrek dan kendang.
Suara
Suara dapat berupa teriakan, jeritan, aduhan, tobatan, atau bunyi tiruan yang berupa onomatopia. Suara merupakan pelengkap sabetan lagaan. Di bawah ini adalah suara yang diambil dari lakonet Ki Harsono Siswocarito:
“E-e-babo-babo… Gog—ada p-penjelajah r-rimba Pringga-dingatala. S-siapa, Gog?
“Sst! Jendral Arjuna!”
“E-e-babo-babo… s-serbu!”—(Clap!)—“C-ciaat!”—(Dez! Zplak! Deb! Bugh!)—“Hugk-khoeekh uhuooo… m-mati a-aku, Gog!”—(Bruk!)
“Cakil mati, Lung!”
“Biarin saja, Gog!”
“Grr-babo-babo, keparat! Hadapi aku Dityakala Badai-segara! Heh, konco-konco: Pragalba, Rambut Geni, Padas Gempal, Jurangrawah, Buta Ijo, Buta Terong, Buta Endog—ayo keroyok si perwira keparat itu!”
“C’mon!” + “OK!” + “Move!”
“Satu, dua, tiga! Ciat! Ciat! Ciiaatt!”—(Blaarr!)—“Aduh! Ahk! Khk! Klk!”—(Blug! Blug! Blug!)
“Zuilah! Mampuz zemua!” + “Benal! Ayo lali, Mas!”
(Jleg!)—“Brenti!”
“Ziapa lu? O yez! Kenalin—gue Mr George! Yez, Mr Joz!”
“Busyet! Keren juga nih Buto—pake nama beken segala! Elu kalah, Reng.”
“Em… lu siape, Pelo?”
“Mistel Gabliel! Ayo pelgi ah! Usah ngulusin olang tak kaluan!”—(Bugh! Bugh!)—“Adow! Main pelmak lagi! Blantem-blantem, tapi spoltif! Ngawul’u!”
(Dor-dor!)—“Beres, Gong!”
Tembang
Tembang adalah nyanyian yang dilantunkan oleh pesinden, wirasuara, atau dalang. Tembang pembuka pakeliran dilantunkan olen pesinden. Tembang pengiring pakeliran dilantunkan oleh pesinden dan wirasuara. Tembang dalam adegan Limbukan dan Gara-gara dilantunkan oleh dalang yang berkolaborasi dengan pesinden atau bintang tamu. Di bawah ini adalh tembang pembuka dari pedalangan Jawa Barat:
Sampurasun dulur-dulur
Nu aya di pilemburan
Wilujeng patepang dangu
Ti abdi saparakanca
Ti abdi saparakanca
Gamelan Munggul Pawenang
Nyanggakeun hiburanana, Juragan
La mugiya janten panglipur
Pangbeberah duh kana manah
Sedangkan tembang berikut ini adalah yang dinyanyikan oleh dalang Dede Amung Sutarya dalam lakon Jaya Renyuan:
“Lagu Nu Ngusep”
Barung herang liar mijah
Clom kiriwil ari anclom ngagiriwil
Mawa epan rupa-rupa
Clom kurunyud lamun anclom sok ngurunyud
Plung kecemplung plung kecemplung
Empan teuleum kukumbul ambul-ambulan
Kenur manteng jeujeur jeceng
Leungeun lempeng panon mah naksir nu mandi
Kop tah lauk mere dahareun
Mangga mangga mangga geura tuang
Geura raos ditanggung deudeuieun
Mangga mangga ulah isin=isin
Empan cangkilu ungkul dilangkung
Empan papatong kalah dipelong
Ku epan colek kalah ngadelek
Lekcom lekcom panon belek nyambel oncom
Lakon
Lakon adalah laku dramatik dalam pakeliran wayang. Lakon-lakon wayang purwa bersumber pada Mahabarata, Ramayana, Serat Paramayoga, Serat Pustaka Rajapurwa, Serat Purwakandha,dan lain-lain. Lakon-lakon wayang madya dan wayang wasana bersumber pada cerita-cerita babad. Sedangkan lakon-lakon wayang wahyu bersumber pada Injil. Tentu saja masih banyak sumber-sumber lakon.
Mantra
Mantra atau sastra mantra pedalangan ada dua kategori. Pertama, mantra yang berupa doa ki dalang dalam penyelenggaraan pakeliran. Kedua, mantra yang berupa rapalan tokoh wayang dalam mengeluarkan kesaktiannya.
Contoh pertama berupa mantra pembuka pakeliran dari Mpu Tan Akung:
Ingsun Angidhepa Sang Hyang Guru Reka,
Kamatantra: swaranku manikastagina.
Contoh kedua berupa rapalan mantra penyirepan oleh tokoh wayang Indrajit:
Rep sirep si Megananda
Wong sarewu padha tumut
Salaksa wong serah nyawa

Serat Pedhalangan Ringgit Purwa karya KGPAA Mangkunegara VII 06 Mar 2010

Serat Pedhalangan Ringgit Purwa karya KGPAA Mangkunegara VII yg terdiri dari 37 jilid berisi 177 lakon dan terbagi 4:
1. Cerita dewa (7 lakon)
2. Cerita Arjuna Sasrabahu ( 5 lakon)
3. Cerita Ramayana (18 lakon)
4. Cerita Pendhawa Kurawa (147 lakon)

Isi buku yg jadi pakem pewayangan tsb:
Jilid I:
Ngruna-ngruni watugunung| Mumpuni | Mikukuhan
Jilid II:
Sri Maha Punggung | Sri Mantun-Murwakala
Jilid III:
Sang Hyang Wisnu Krama | Bremana-Bremani Manumayasa Rabi | Bambang Kalingga | Jamurdipa atau Sekutrem Rabi|
Jilid IV:
Palasara Lahir atau Sari Rabi | Palasara Krama | Citranggada Rabi | Pandu Lahir |
Jilid V:
Narasoma Rabi| Puntadewa Lahir | Suyudana Lahir | Bima Bungkus|
Jilid VI:
Arjuna Lahir | Raden Yamawidura Krama | Basudewa Rabi | Kangsa Lahir atau Basudewa Grogol | Lahiripun Kakrasana Narayana | Kangsa Adu Jago |
Jilid VII:
Arya Prabu Rabi | Ugrasena Rabi | Bambang Sucitra Rabi | Pandan Papa | Palgunadi | Pendhawa Apus |
Jilid VIII:
Arjuna Papa | Bondhan Peksa Jandhu | Bale Sigalagala | Seta Krama | Rabinipun Untara-Wratsangka |
Jilid IX:
Babad Wanamarta | Arimba-Arimbi | Gandamana Sayembara | Mustakaweni-Kuntul Wilanten |
Jilid X:
Lambangkara | Pancawala Larung | Antasena Lahir | Gathutkaca Lahir | Pregiwa – Pregiwati
Jilid XI:
Gathutkaca Rabi-Sasikirana | Gathutkaca Dadi Ratu Brajadenta-Brajamusti atau Gathutkaca Sungging | Sridanta |
Jilid XII:
Tugu Wasesa | Sena Rodra | Ganda Wardaya | Semar Barang Jantur atau Kartawiyoga Maling |
Jilid XIII:
Parta Krama | Lambangkara | Sembadra Larung | Bambang WIjanarka | Murca Lelana | Kitiran Petak
Jilid XIV:
Mayanggana-Sindusena | Cekel Indralaya | Sidajati-Sidamalong | Manu Maya |
Jilid XV:
Pandhu Bregala-Bambang Margana | Sukma Ndadari-Sumong | Bambang Manon Bawa |
Jilid XVI:
Parta Wigena atau Makutharama | Wahyu Cakraningrat | Peksi Jawata | Taman Maerakaca | Srikandhi Maguru Manah | Cakra Negara |
Jilid XVII:
Kandi Hawa | Nirbita | Jalasegara | Turanggajati | Randha Widada |
Jilid XVIII:
Swarga Bandhang | Alap-alapan Larasati | Alap-alapan Ulupi | Semboto-Senggono |
Jilid XIX:
Irawan Maling | Gambir Anom | Bambang Jaganala | Irawan Rabi | Alap-alapan Gandawati |
Jilid XX:
Sumitra Rabi | Udan Mintaya | Seti Wijaya | Arjuna Sendhang |
Jilid XXI:
Nakula Rabi | Candrageni | Sadewa Rabi | Candrasasi | Pramusinta |
Jilid XXII:
Derwa Kasimpar | Semar Minta Bagus | Semara Papa | Dwila Warna |
Jilid XXIII:
Kresna Kembang | Kresna Pujangga | Kresna Begal | Samba Rajah | Bambang Sutera |
Jilid XXIV:
Samba Ngengleng | Bomantaka | Sugatawati-Sugatawati Dhaup | Endhang Wediningsih | Setyaki Rabi |
Jilid XXV:
Suyudana Rabi | Dursilawati Ical | Peksi Anjali Retna
Jilid XXVI:
Suryatmaja Rabi | Dana Salirta | Kumbayana | Durna Tapa |
Jilid XXVII:
Candha Birawa | Pendhawa Puter Puja | Darma Birawa | Arjuna Terus |
Jilid XXVIII:
Wisanggeni Lahir | Bambang Manon Manonton | Pendhawa Dhadhu | Pancawala Ngarit |
Jilid XXIX:Mintaraga | Parta Dewa | Arjuna Wibawa | Cendreh Kemasan |
Jilid XXX:Kalabendana Lena | Rara Temon | Jagal Abilawa Pendhawa Gubah | Kresna Duta |
Jilid XXXI:
Jabelan | Kresna Gugah | Bisma Lena |
Jilid XXXII:
Angkawijaya Lena | Jayadrana Lena | Burisrawa Lena | Gathutkaca Lena | Dursasana Lena |
Jilid XXXIII:
Karna Lena | Suyudana Gugur | Parikesit Lahit
Jilid XXXIV:
Parikesit Grogol | Yudayana Ical |
Jilid XXXV:
Bedhahipun Lokapala | Arjuna Wijaya | Sumantri Ngenger | Sumantri Gugur | Arjuna Sasra Gugur |
Jilid XXXVI:
Bedhahipun Ngayodyapala | Dasarata Rabi | Sinta Lahir | Prabu Rama Krama | Rama Tundhung | Anoman Duta | Rama Tambak | Anggada Duta | Bukbis |
Jilid XXXVII:
Trikaya Lena | Trisirah Lena | Kumbakarna Gugur | Megananda Gugur | Dasamuka gugur | Sinta Boyong | Rama Obong | Rama Nitik | Rama Nitis |

Ramayana

Petualangan Mencari Sita

Dalam misi membantu Rama mencari Sita, Sugriwa mengutus pasukan wanara-nya agar pergi ke seluruh pelosok bumi untuk mencari tanda-tanda keberadaan Sita, dan membawanya ke hadapan Rama kalau mampu. Pasukan wanara yang dikerahkan Sugriwa dipimpin oleh Hanoman, Anggada, Nila, Jembawan, dan lain-lain.

Mereka menempuh perjalanan berhari-hari dan menelusuri sebuah gua, kemudian tersesat dan menemukan kota yang berdiri megah di dalamnya. Atas keterangan Swayampraba yang tinggal di sana, kota tersebut dibangun oleh arsitek Mayasura dan sekarang sepi karena Maya pergi ke alam para Dewa. Lalu Hanoman menceritakan maksud perjalanannya dengan panjang lebar kepada Swayampraba. Atas bantuan Swayampraba yang sakti, Hanoman dan wanara lainnya lenyap dari gua dan berada di sebuah pantai dalam sekejap.
Di pantai tersebut, Hanoman dan wanara lainnya bertemu dengan Sempati, burung raksasa yang tidak bersayap. Ia duduk sendirian di pantai tersebut sambil menunggu bangkai hewan untuk dimakan. Karena ia mendengar percakapan para wanara mengenai Sita dan kematian Jatayu, Sempati menjadi sedih dan meminta agar para wanara menceritakan kejadian yang sebenarnya terjadi.
Anggada menceritakan dengan panjang lebar kemudian meminta bantuan Sempati. Atas keterangan Sempati, para wanara tahu bahwa Sita ditawan di sebuah istana yang teretak di Kerajaan Alengka. Kerajaan tersebut diperintah oleh raja raksasa bernama Rahwana. Para wanara berterima kasih setelah menerima keterangan Sempati, kemudian mereka memikirkan cara agar sampai di Alengka.
Pergi ke Alengka
Karena bujukan para wanara, Hanoman teringat akan kekuatannya dan terbang menyeberangi lautan agar sampai di Alengka. Setelah ia menginjakkan kakinya di sana, ia menyamar menjadi monyet kecil dan mencari-cari Sita. Ia melihat Alengka sebagai benteng pertahanan yang kuat sekaligus kota yang dijaga dengan ketat. Ia melihat penduduknya menyanyikan mantra-mantra Weda dan lagu pujian kemenangan kepada Rahwana. Namun tak jarang ada orang-orang bermuka kejam dan buruk dengan senjata lengkap.
Kemudian ia datang ke istana Rahwana dan mengamati wanita-wanita cantik yang tak terhitung jumlahnya, namun ia tidak melihat Sita yang sedang merana. Setelah mengamati ke sana-kemari, ia memasuki sebuah taman yang belum pernah diselidikinya. Di sana ia melihat wanita yang tampak sedih dan murung yang diyakininya sebagai Sita.
Kemudian Hanoman melihat Rahwana merayu Sita. Setelah Rahwana gagal dengan rayuannya dan pergi meninggalkan Sita, Hanoman menghampiri Sita dan menceritakan maksud kedatangannya. Mulanya Sita curiga, namun kecurigaan Sita hilang saat Hanoman menyerahkan cincin milik Rama. Hanoman juga menjanjikan bantuan akan segera tiba. Hanoman menyarankan agar Sita terbang bersamanya ke hadapan Rama, namun Sita menolak. Ia mengharapkan Rama datang sebagai ksatria sejati dan datang ke Alengka untuk menyelamatkan dirinya. Kemudian Hanoman mohon restu dan pamit dari hadapan Sita.
Sebelum pulang ia memporak-porandakan taman Asoka di istana Rahwana. Ia membunuh ribuan tentara termasuk prajurit pilihan Rahwana seperti Jambumali dan Aksha. Akhirnya ia dapat ditangkap Indrajit dengan senjata Brahma Astra. Senjata itu memilit tubuh hanoman. Namun kesaktian Brahma Astra lenyap saat tentara raksasa menambahkan tali jerami. Indrajit marah bercampur kecewa karena Brahma Astra bisa dilepaskan Hanoman kapan saja, namun Hanoman belum bereaksi karena menunggu saat yang tepat.
Terbakarnya Alengka
Ketika Rahwana hendak memberikan hukuman mati kepada Hanoman, Wibisana membela Hanoman agar hukumannya diringankan, mengingat Hanoman adalah seorang utusan. Kemudian Rahwana menjatuhkan hukuman agar ekor Hanoman dibakar. Melihat hal itu, Sita berdo’a agar api yang membakar ekor Hanoman menjadi sejuk. Karena do’a Sita kepada Dewa Agni terkabul, api yang membakar ekor Hanoman menjadi sejuk.
Lalu ia memberontak dan melepaskan Brahma Astra yang mengikat dirinya. Dengan ekor menyala-nyala seperti obor, ia membakar kota Alengka. Kota Alengka pun menjadi lautan api. Setelah menimbulkan kebakaran besar, ia menceburkan diri ke laut agar api di ekornya padam. Penghuni surga memuji keberanian Hanoman dan berkata bahwa selain kediaman Sita, kota Alengka dilalap api.
Dengan membawa kabar gembira, Hanoman menghadap Rama dan menceritakan keadaan Sita. Setelah itu, Rama menyiapkan pasukan wanara untuk menggempur Alengka.
Pertempuran besar
Dalam pertempuran besar antara Rama dan Rahwana, Hanoman membasmi banyak tentara rakshasa. Saat Rama, Laksmana, dan bala tentaranya yang lain terjerat oleh senjata Nagapasa yang sakti, Hanoman pergi ke Himalaya atas saran Jembawan untuk menemukan tanaman obat. Karena tidak tahu persis bagaimana ciri-ciri pohon yang dimaksud, Hanoman memotong gunung tersebut dan membawa potongannya ke hadapan Rama. Setelah Rama dan prajuritnya pulih kembali, Hanoman melanjutkan pertarungan dan membasmi banyak pasukan rakshasa.
Kehidupan selanjutnya
Setelah pertempuran besar melawan Rahwana berakhir, Rama hendak memberikan hadiah untuk Hanoman. Namun Hanoman menolak karena ia hanya ingin agar Sri Rama bersemayam di dalam hatinya. Rama mengerti maksud Hanoman dan bersemayam secara rohaniah dalam jasmaninya. Akhirnya Hanoman pergi bermeditasi di puncak gunung mendo’akan keselamatan dunia.
Pada zaman Dwapara Yuga, Hanoman bertemu dengan Bima dan Arjuna dari lingkungan keraton Hastinapura. Dari pertemuannya dengan Hanoman, Arjuna menggunakan lambang Hanoman sebagai panji keretanya pada saat Bharatayuddha.